Friday, 3 September 2010

Berada di Level Manakah Tingkatan Puasa Kita..???


Imam Al Ghazali, dalam bukunya Ihya Ulumuddin, menggolongkan pelaksanaan ibadah puasa dalam tiga tingkatan (level).
Level pertama, puasa orang awam (umum), kedua, puasa orang khusus, dan ketiga, puasa orang istimewa.

Puasa Awam
Ini dimaknai sebagai pelaksanaan puasa per definisi, yakni sekadar tidak makan, minum dan jima’ sejak fajar hingga maghrib. Ciri-cirinya antara lain:
  • Sahur dan berbuka sangat tepat waktu, dengan menu yang diupayakan banyak dan bervariasi
  • Siang hari sibuk mempersiapkan makan berbuka, malam hari sibuk menyiapkan santap sahur
  • Membunuh hari dengan jalan-jalan subuh, jalan-jalan sore, tidur, bermain, nonton, mancing, ngobrol, dan aktivitas iseng lainnya
  • Semakin hari semakin malas sahur
  • Semakin mendekati akhir Ramadhan bukannya semakin dekat ke masjid tapi kian dekat ke pasar

Puasa Khusus
Di samping menahan yang tiga hal tadi, juga memelihara seluruh anggota tubuh dari perbuatan maksiat atau tercela. Puasa level kedua ini, puasanya orang-orang salih.
Imam Al Ghazali memberikan tips untuk mencapai kualitas puasa ini, yaitu:
  • Menahan pandangan dari segala hal yang dicela dan dimakruhkan serta dari tiap-tiap yang membimbangkan dan melalaikan dari mengingat Allah. Rasulullah SAW bersabda,”Barang siapa meninggalkan pandangan karena takut kepada Allah, niscaya Allah menganugerahkan padanya keimanan yang mendatangkan kemanisan dalam hatinya.”
  • Menjaga lidah dari perkataan yang sia-sia, berdusta, mengumpat, berkata keji, dan mengharuskan berdiam diri, menggunakan waktu untuk berdzikir kepada Allah serta membaca Al Quran. “Dua perkara merusakkan puasa,” sabda Rasulullah SAW, “Yaitu mengumpat dan berbohong.”
  • Menjaga pendengaran dari mendengar kata-kata yang tidak baik, karena tiap-tiap yang haram diucapkan maka haram pula mendengarnya. Rasulullah SAW menjelaskan: "Yang mengumpat dan yang mendengar, berserikat dalam dosa".
  • Mencegah anggota-anggota tubuh yang lain dari perbuatan dosa. Seperti mencegah tangan dan kaki dari berbuat maksiat dan mungkar, mencegah perut dari memakan yang syubhat dan haram.
  • Tidak berlebih-lebihan dalam berbuka sampai perutnya penuh makanan. Orang yang berbuka secara berlebihan tentu tidak akan dapat memetik manfaat dan hikmah puasa. Bagaimana dia berusaha mengalahkan musuh Allah dan mengendalikan hawa nafsunya, jika saat berbuka dia justru memanjakan nafsunya dengan makanan yang terhitung banyak dan jenisnya.
  • Hatinya senantiasa diliputi perasaan cemas (khauf) dan harap (raja’), lantaran ketidaktahuannya apakah Allah menerima puasanya atau tidak. Rasa cemas diperlukan untuk meningkatkan kualitas puasa yang telah dilakukan, sedangkan penuh harap berperanan dalam menumbuhkan optimisme.

Puasa Istimewa
Puasa level ketiga ini, puasanya para nabi, shiddiqin, dan muqarrabin.
Ciri-cirinya antara lain seperti perkataan Al Imam Abdullah bin Husain bin Thohir,
“Di bulan Ramadhan ini, amal ibadahku sama saja seperti Ramadhan tahun lalu. Tidak bertambah dan juga tidak berkurang. Aku bukan tidak ingin menambah ibadahku di bulan ini, tapi aku tidak memiliki waktu kosong untuk mengerjakan ibadah yang lain. Waktuku semua sudah penuh.’’ Lalu ia berkata pada anak-anaknya, ‘’Wahai anak-anakku, jika ada dari kalian yang mampu untuk menjual sedikit saja waktunya, niscaya akan kubeli.’’

Kesimpulan :

Silakan kita masing-masing bercermin diri, berada dilevel berapakah tingkatan kualitas puasa kita. Tentulah kita sendiri yang dapat mengetahuinya, dan semoga hari demi hari bertambah kualitas keimanan dan ketaqwaan kita kepada Sang Pencipta. Amien…….

0 komentar:

Post a Comment

thanks... comment nya yaaa/....